Ragamhias merupakan hasil budaya sejak masa prasejarah dan berlanjut sampai masa kini. Ragam memiliki pengertian secara umum yaitu keinginan manusia untuk menghias benda-benda sekelilingnya. Kekayaan bentuk yang menjadi ornamen dari masa lampau yang berkembang di istana raja-raja dan para bangsawan, baik yang ada di bangsa Barat maupun bangsa
ArticlePDF AvailableAbstractGedung Wayang Orang adalah gedung pertunjukan yang berada dalam kawasan publik Taman Sriwedari di kota Surakarta. Dalam perencanaan kawasan Taman Sriwedari, Gedung Wayang Orang menjadi salah satu bangunan yang perlu dibangun kembali untuk melestarikan budaya yang ada dengan menciptakan bangunan yang merujuk pada kekayaan arsitektur Surakarta dengan sentuhan yang lebih modern sehingga pendekatan arsitektur neo vernakular menjadi pilihan yang tepat. Permasalahan penelitian yaitu untuk menerapkan desain yang modern dengan tetap merujuk pada arsitektur tradisional diperlukan penerapan ornamen lokal yang tepat pada bangunan. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik ornamen lokal yang sesuai dengan tipologi bangunan gedung pertunjukan di Kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang dilakukan dengan studi literatur dan studi preseden dengan tiga komponen penelitian yaitu karakteristik, bentuk dan makna ornamen. Hasil penelitian menunjukan bahwa ornamen yang diterapkan pada bangunan preseden tidak memiliki karakteristik, bentuk dan juga makna yang khusus. Bentuk ornamen seperti ornamen lunglungan, wajikan, patran, padma dapat digunakan pada bangunan pertunjukan Gedung Wayang Orang Sriwedari. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. AGORA Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti Vol. 20 No. 2 Desember 2022 123-133 DOI ISSN 1411-9722 Print ISSN 2622-500X Online 123 PENERAPAN ORNAMEN LOKAL PADA DESAIN GEDUNG WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR APPLICATION OF LOCAL ORNAMENTS IN THE DESIGN OF WAYANG ORANG SRIWEDARI BUILDING IN SURAKARTA WITH THE NEO VERNACULAR ARCHITECTURAL APPROACH Afi Khalisha Hakim*1, Mohammad Ischak*2, Nurhikmah Budi Hartanti*3 1,2,3Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta *e-mail ABSTRAK Gedung Wayang Orang adalah gedung pertunjukan yang berada dalam kawasan publik Taman Sriwedari di kota Surakarta. Dalam perencanaan kawasan Taman Sriwedari, Gedung Wayang Orang menjadi salah satu bangunan yang perlu dibangun kembali untuk melestarikan budaya yang ada dengan menciptakan bangunan yang merujuk pada kekayaan arsitektur Surakarta dengan sentuhan yang lebih modern sehingga pendekatan arsitektur neo vernakular menjadi pilihan yang tepat. Permasalahan penelitian yaitu untuk menerapkan desain yang modern dengan tetap merujuk pada arsitektur tradisional diperlukan penerapan ornamen lokal yang tepat pada bangunan. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik ornamen lokal yang sesuai dengan tipologi bangunan gedung pertunjukan di Kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang dilakukan dengan studi literatur dan studi preseden dengan tiga komponen penelitian yaitu karakteristik, bentuk dan makna ornamen. Hasil penelitian menunjukan bahwa ornamen yang diterapkan pada bangunan preseden tidak memiliki karakteristik, bentuk dan juga makna yang khusus. Bentuk ornamen seperti ornamen lunglungan, wajikan, patran, padma dapat digunakan pada bangunan pertunjukan Gedung Wayang Orang Sriwedari. Kata kunci Gedung Wayang Orang, Ornamen Lokal, Arsitektur Neo Vernakular ABSTRACT The Wayang Orang Building is a performance building located in the Sriwedari Park public area in the city of Surakarta. In planning the Sriwedari Park area, the Wayang Orang Building is one of the buildings that needs to be rebuilt to preserve the existing culture by creating a building that refers to the architectural richness of Surakarta with a more modern touch so that the neo vernacular architectural approach is the right choice. The research problem is to apply a modern design while still referring to traditional architecture, it is necessary to apply the right local ornaments to the building. The purpose of this research is to identify the characteristics of local ornaments that are in accordance with the typology of theater buildings in Surakarta City. The research method use a qualitative method with a literature study and a comparative study, presented with three research components, namely the characteristics, shape and meaning of ornaments. The results showed that the ornaments applied to the precedent buildings did not have special characteristics, shapes and meanings. Ornamental forms such as lunglungan, wajikan, patran, padma can be used in The Wayang Orang Sriwedari building. Keywords Wayang Orang Building, Local Ornaments, Neo Vernacular Architecture Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 124 A. PENDAHULUAN Taman Sriwedari merupakan ruang publik yang memilki nilai budaya dan nilai sejarah yang tinggi di kota Surakarta. Pada tahun 1930-an, Taman Sriwedari yang memiliki daya tarik yang membuat Sriwedari menjadi tempat yang populer karena salah satunya yaitu menampilkan pertunjukan wayang orang di Gedung Wayang Orang. Gedung Wayang Orang termasuk teater paling tua di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1910 dibawah Kesultanan Pakubuwono X. Pagelaran wayang orang di Gedung Wayang Orang diawali sejak masa kekuasaan Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Mangkunegara I, yang dibawakan oleh abdi dalem istana. Sejarah manusia dapat ditelusuri melalui peninggalan - peninggalan yang ditinggalkannya. Artefak arsitektural terdapat pada ornamen bangunan dan penggunaan ragam hias Budihardjo, 1987 3. Penggunaan ragam hias dalam sebuah bangunan termasuk salah satu kearifan lokal yang kemungkinan juga dipengaruhi oleh budaya negara lain. Keunikan budaya masyarakat dan mengalami perubahan budaya pada saat yang bersamaan yang disebut transformasi budaya Noor, 2005. Nilai estetika dapat dilihat pada bentuk, irama, keseimbangan dan keserasian bentuk ornamen. Nilai estetika juga terdapat pada pilihan warna yang digunakan pada setiap ornamen. Yunianti, 2018 Penerapan ornamen sebagai nilai local pada bangunan di Surakarta menunjukkan penerapan yang beragam. Elemen kaca dan dekorasinya pada bangunan tradisional di Surakarta memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang spesifik, seperti yang diterapkan pada Pendapa Gede Balaikota Surakarta Sasana Handrawina Purnomo, 2009. Sementara itu, , ornamen yang terdapat pada bangunan yang berada di Kampung Laweyan tidak memiliki makna yang cukup mendalam Rahayuningtyas, 2010. Ragam hias pahatan tradisional Jawa yang ditemukan pada tebeng pintu dan juga gebyog merupakan letak dimana ornamen tersebut memiliki makna. Ornamen yang terlihat banyak digunakan yaitu memiliki motif tumbuh-tumbuhan dan motif lunglungan yang bergaya Surakarta. Dari kajian yang dilakukan, ditemukan bahwa dekorasi yang digunakan pada bangunan di Surakarta berbeda-beda tergantung pada jenis bangunannya. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan apakah terdapat ornamen tertentu dan ornamen seperti apa yang tepat bagi tipologi gedung pertunjukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis dan karakteristik ornamen lokal pada beberapa bangunan tradisional di kota Surakarta. Dari hasil kajian tersebut, diarahkan sebagai acuan dalam hal ornamen seperti apa yang tepat untuk tipologi bangunan gedung pertunjukan di Kota Surakarta. B. STUDI PUSTAKA Gedung Pertunjukan Gedung merupakan bangunan untuk kantor, tempat yang mewadahi hasil-hasil kesenian Poerwadarminta, 1976303. Pertunjukan adalah sebuah tontonan seperti wayang orang, bioskop, dsb, demonstrasi, pameran Poerwadarminta, 19761108. Gedung pertunjukan seni merupakan sebuah wadah yang dapat mewadahi segala bentuk pertunjukan musik seperti paduan suara, orkestra, jazz dan pop atau rock drama, opera, tari, dan musikal. Appleton, 2008 Ciri khas gedung teater yaitu terdapat pada bentuk kursi yang terletak di lantai bawah penonton duduk di sebidang tanah yang luas Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 125 berbentuk kurva ke atas dan panggung terlihat jelas di latar depan. Neufert, 2002 Ada tiga komponen utama yang membentuk khas bangunan teater. Variasi ukuran dan karakter tergantung pada jenis dan ukuran teater, tetapi karakteristik dasar dan hubungannya serupa. Komponen utamanya adalah • Auditorium dan stage Auditorium, jantung sebuah teater, adalah tempat pertunjukan yang merupakan kegiatan utama sebuah teater. • Front of house Front of house, yang mencakup semua fasilitas foyer, menyediakan kebutuhan penonton dan seringkali buka sepanjang hari. • Backstage Area belakang panggung teater harus mengakomodir kebutuhan para pemain rehearsal, make-up, prep, dan relaksasi maupun kebutuhan staf produksi dan teknis yang bertanggung jawab mengantarkan dan menyiapkan set, peralatan dan perlengkapan teknis. Ini adalah kegiatan yang sering perlu dijauhkan dari mata publik jika panggung ingin tetap misterius. Rute akses ke panggung dari pintu pengiriman, area teknis dan ruang ganti harus melewati area bangunan yang tidak ditempati oleh umum. Strong, 2010 Ornamen Ornamen seringkali mengandung makna atau maksud simbolis tertentu yang berkaitan dengan visi hidup yang disertai dengan harapan yang ada. Di balik representasi simbol, ada banyak pesan yang berdampak pada kehidupan budaya. Oleh karena itu, untuk memahami keberadaan nilai arsitektur, seseorang dapat memahami pesan budayanya, begitu juga sebaliknya Ronald, 2005. Menurut Soekiman, 2000, ornamen muncul dan terikat oleh faktor emosional dan faktor teknis. Unsur emosional adalah hasil ciptaan dari kepercayaan, agama dan magis. Sedangkan unsur teknis pada ornamen berkaitan dengan asal bahan dan cara pembuatannya. Ornamen merupakan bagian dari struktur esensial sistem puitis tampilan komposisi arsitektur yang dapat mengaburkan perbedaan dan dapat pula memperjelasnya. Pemahamannya tentang ornamen sebagai ekspresi jiwa dari komunitas pada karya arsitektur. Disamping itu ornamen juga merupakan ungkapan dunia komunal yang koheren berbentuk ekspresi dalam gaya historis cara hidup bersama selanjutnya memiliki fungsi etis sebagai tanda kehidupan. Harries, 2000 Ornamentasi pada bangunan merupakan bagian yang fundamental dalam arsitektur yang kehadirannya sebagai bentuk ragawi. Ornamen pada bangunan dapat meningkatkan nilai estetika pada bangunan serta menunjukkan identitas kota atau tempat. Prijotomo 1978 dalam Kertiyasa. J 2011. Bangunan tradisional Indonesia memiliki banyak ragam hias dan bentuk fisik bangunannya. Ornamen bangunan tradisional Indonesia erat kaitannya dengan makna filosofis yang dikandungnya. Di Indonesia, ornamen banyak diletakkan pada fasad exterior bangunan. Hal ini karena ornamen membantu untuk menunjukkan identitas daerah. Banyak ornamen juga diletakkan di luar gedung dan dapat dinikmati dalam aktivitas paling intensif yang biasanya dilakukan di luar gedung. Prijotomo 1978 dalam Kertiyasa. J 2011. Lokal Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 126 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lokal yaitu ruang yang luas; terjadi berlaku, ada, dan sebagainya di satu tempat, tidak merata; setempat; di suatu tempat tentang pembuatan, produksi, tumbuh, hidup, dan sebagainya; setempat. Melokalkan yaitu menjadikan membuat dan sebagainya sesuatu dipakai diterima dan sebagainya di suatu tempat. KBBI, 2021 Arsitektur Neo Vernakular Post modern adalah aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan tahun 1960-an, adanya post modern dikarenakan adanya sebuah gerakan yang dilakukan oleh beberapa arsitek salah satunya adalah Charles Jencks untuk mengkritisi arsitektur modern. Hal ini terjadi karena arsitek ingin menawarkan konsep baru yang lebih menarik daripada arsitektur modern yang monoton. Makassar et al., 2013 Tjok Pradnya Putra menyatakan Arsitektur Neo Vernakular berasal dari kata dari bahasa Yunani yaitu neo atau new yang berarti baru atau hal yang baru, sedangkan kata vernacular berasal dari bahasa latin vernaculus yang berarti asli. Dengan demikian, dapat diartikan arsitektur neo - vernakular sebagai arsitektur asli daerah yang dibangun oleh masyarakat setempat, dengan menggunakan material lokal, mempunyai unsur budaya dan disatu padukan dengan sentuhan modern yang mendukung. Purnomo, 2017 Arsitektur neo vernakular adalah penerapan elemen arsitektur yang ada, baik formal, struktural maupun tidak berwujud, sering diterapkan pada konsep, filosofi dan perencanaan penggunaan lahan dengan tujuan untuk melestarikan elemen lokal. Nauw & Rengkung, 2013. C. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan mengidentifikasi karakteristik, bentuk dan juga makna yang terdapat pada ornamen lokal yang digunakan pada beberapa bangunan di kota Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu 1 studi literatur, melalui penelitian yang sudah ada terkait dengan karakteristik ornamen lokal yang digunakan pada bangunan di kota Surakarta, dan 2 studi preseden. Metode penelitian dilakukan dengan studi literatur yaitu mengumpulkan data melalui penelitian yang sudah ada terakit dengan ornamen lokal yang digunakan pada bangunan di kota Surakarta. Terdapat 5 bangunan di kota Surakarta yang digunakan dalam studi preseden yaitu Masjid Agung Surakarta, bangunan rumah tinggal Kampung Laweyan, Balaikota Surakarta, beberapa bangunan hotel di Surakarta, dan beberpaa bangunan tradisional di kota Surakarta. Terdapat 3 komponen analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu karakteristik, bentuk dan makna dari ornamen lokal. Setelah itu, hasil penelitian dapat menunjukan ornamen lokal seperti apa yang tepat bagi Gedung Wayang Orang Sriwedari. Langkah-langkah penelitian ditunjukan pada gambar 1. Hasil PenelitianOrnamen lokal yang tepat bagi Gedung Wayang Orang SriwedariAnalisis Komponen Ornamen LokalKarakteristik Bentuk MaknaBangunan di Kota SurakartaMasjid Agung SurakartaBangunan Rumah Tinggal Kampung LaweyanBangunan Tradisional SurakartaBalaikota Surakarta dll. Bangunan Hotel di Surakarta Jl. Slamet RiyadiStudi LiteraturMengumpulkan data melalui penelitian yang sudah ada terkait dengan ornamen lokal yang digunakan pada bangunan di kota Surakarta Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 127 Gambar 1 Skema Metode Penelitian Sumber Hasil Analisa Peneliti D. HASIL PENELITIAN Pada bagian ini menjelaskan hasil dari analisis dari komponen ornamen lokal yang ditemukan pada beberapa bangunan di kota Surakarta. Terdapat 3 komponen yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu karakteristik ornamen, jenis ornamen, dan makna dari ornamen. Masjid Agung Surakarta 1. Karakteristik Ornamen yang terdapat pada Masjid Agung Surakarta memiliki nilai estetika yang selaras dengan konsep estetis Jawa dan estetis Islam. 2. Bentuk Ornamen yang terdapat pada Masjid Agung Surakarta memiliki bentuk visual yang mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa, Islam berkaitan dengan Hindu-Budha. Berikut beberapa ornamen yang dimaksud a. Ornamen Padma, berupa ukiran tampak samping bunga teratai yang juga menyerpai huruf Arab yang terletak pada bagian batu hitam dasar tiang. Gambar 2 Ornamen Padma Pada Pondasi Umpak Sumber b. Ornamen Mirong atau Putri Mirong, berupa stilasi huruf arab pada bagian dalam berbentuk garisan yang menunjukan Sri Sultan bagaikan sedang mengenakan pakaian kesultanannya; c. Ornamen Sorotan, berupa stilasi huruf Arab yang memiliki bentuk serupa dengan pusaka trisula; Gambar 3 Ornamen Putri Mirong & Sorotan Sumber d. Ornamen Tlacapan, berupa sinar matahari, sorot, kecerahan, dan keagungan; Gambar 4 Ornamen Tlacapan Sumber Ismunandar, 2001 e. Ornamen Lunglungan. Gambar 5 Ornamen Lunglungan Sumber Ismunandar, 2001 3. Makna Ornamen pada Masjid Agung Surakarta mengandung nilai-nilai pendidikan antara lain berguna dan berharga nilai kebenaran, indah nilai estetika, baik nilai moral atau moral dan religius nilai agama. Yunianti, 2018 a. Ornamen Padma, bermakna sebagai ajaran suci Nabi Muhammad SAW. Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 128 b. Ornamen Putri Mirong, memiliki makna bahwa sultan memberikan contoh budaya malu berdasarkan ajaran Nabi Muhammad SAW. c. Ornamen Sorotan, memiliki arti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah uswatun khasanah. d. Ornamen Tlacapan, memiliki makna seorang pemimpin harus memiliki wibawa dan keagungan. e. Lunglungan, memiliki makna kedermawanan. Ornamen yang terdapat pada Masjid Agung Surakarta memiliki nilai estetika dan juga bentuk visual yang selaras dengan kebudayaan Jawa Islam. Begitu juga dengan makna yang terkandung pada ornamen, berhubungan dengan nilai estetika dan juga nilai agama. Bangunan Rumah Tinggal Kampung Laweyan 1. Karakteristik Ornamen pada bangunan tempat tinggal di Kampung Laweyan memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh ragam hias itu sendiri. Karakter dipengaruhi oleh bentuk, pola, motif, posisi, dan warna. Rahayuningtyas, 2010 2. Bentuk Budaya Arab, Jawa, Cina, dan juga Eropa memiliki pengaruh terhadap ornamen yang digunakan pada bangunan di Kampung Laweyan. Ornamen Jawa paling banyak ditemukan pada ukirannya yang terletak pada gebyog dan juga tebeng pintu pada bangunan seperti lunglungan. Gambar 6 Gambar 7 Ornamen Lunglungan Pada Tebeng Pintu Sumber Rahayuningtyas, 2010 Motif jawa lainnya yang muncul pada ornamen antara lain a. Ornamen Wajikan Gambar 11 Ornamen Wajikan SumberNiswah et al., 2018 b. Ornamen Patran Gambar 10 Ornamen Patran Sumber Niswah et al., 2018 c. Ornamen Makhuta Gambar 9 Ornamen Makhuta Pada Jendela SumberRahayuningtyas, 2010 Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 129 d. Ornamen Banyu Tetes Gambar 8 Ornamen Banyu Tetes Sumber Ismunandar, 2001 3. Makna Ornamen yang terdapat pada bangunan yang berada di Kampung Laweyan tidak memiliki makna yang cukup mendalam. Ragam hias pahatan tradisional Jawa yang ditemukan pada tebeng pintu dan juga gebyog merupakan letak dimana ornamen tersebut memiliki makna. Ornamen yang terlihat banyak digunakan yaitu memiliki motif tumbuh-tumbuhan dan motif lunglungan yang bergaya Surakarta. Makna ini terkait dengan ragam hias tradisional Jawa. Di antara ornamen dengan pengaruh Eropa dan Arab, tidak ada dekorasi yang membawa makna khusus. Rahayuningtyas, 2010 a. Lunglungan, bermakna memberi ketentraman pada hunian. b. Wajikan, bermakna keindahan. c. Makhuta, bermakna sebagai mahkota atau wayang tokoh raja. d. Banyu Tetes, bermakna penghormatan terhadap air sebagai sumber kehidupan. Ornamen pada bangunan rumah tinggal Kampung Laweyan memiliki pengaruh dari budaya Arab, Jawa, Cina dan juga Eropa. Makna yang terkandung pada pada ornamen yang terdapat pada bangunan juga tidak memiliki makna khusus selain sebagai nilai estetika. Bentuk ornamen yang banyak ditemukan seperti ornamen lunglungan yang terletak pada gebyog dan juga tebeng pintu. Pendapi Gede Balaikota Surakarta dan Sasana Handrawina Surakarta 1. Karakteristik Pada bangunan Pendapi Gede Balaikota Surakarta dan Sasana Handrawina, keduanya menerapkan elemen kaca pada gebyog sebagai pembentuk ruang. Elemen kaca yang diterapkan pada kedua bangunan dapat membantu pencahayaan ruang pada siang hari dan juga tidak memutus hubungan antara bagian dalam bangunan dan area luar bangunan. Purnomo, 2009 2. Bentuk Ornamen pada Pendapi Gede Balaikota Surakarta menerapkan lambang Pemkot Surakarta pada gebyog. Gambar 12 Gebyog pada Pendapi Gede Balaikota Sumber Purnomo, 2009 Gambar 13 Lambang Pemerintah Kota Surakarta Sumber Purnomo, 2009 Sedangkan pada Sasana Handrawina berupa lambang yang disebut dengan nama Radya Laksana. Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 130 Gambar 14 Gebyog pada Sasana Handrawina Sumber Purnomo, 2009 Gambar 15 Lambang Radya Laksana Sumber Purnomo, 2009 3. Makna Ornamen dalam bentuk lambang kota Surakarta pada Pendapi Gede Balaikota Surakarta maupun Radya Laksana pada Sasana Handrawina berkaitan dengan aspek estetika atau keindahan dan juga sebagai suatu identitas daripada bangunan tersebut. Ornamen yang terdapat pada bangunan Pendapi Gede Balaikota dan Sasana Handrawina Surakarta memiliki karakteristik yaitu penggunaan ornamen kaca. Bentuk ornamen yang terlihat pada kedua bangunan yaitu lambang Pemkot Surakarta dan juga lambang Radya Laksana yang memiliki makna sebagai suatu identitas daripada kedua bangunan. Balaikota Surakarta, Pendhapa Keraton Mangkunegaraan, Pagelaran Keraton Kasunanan Surakarta, Dalem Joyokusuman, dan Masjid Agung Surakarta. 1. Karakteristik Tata bentuk dan ornamen yang dinamis terlihat jelas pada bangunan sebelumnya. Segitiga dan trapesium berulang menjadi bentuk atap yang ditemukan di hampir setiap bangunan. Ornamen yang digunakan juga menerapkan irama berulang yang dinamis seperti motif sulur daun di gunungan Pagelaran Keraton Surakarta. Hampir semua komponen pada bangunan menggunakan ritme yang terkesan dinamis dengan bentuk motif sulur, segitiga dan juga zigzag. Habibbullah et al., 2019 Gambar 16 Penerapan Irama Dinamis pada Bouven A dan Ornamen B Sumber Habibbullah et al., 2019 2. Bentuk Wuwungan dan motif ukur sulur pada gunungan merupakan dua ornamen dekoratif yang paling terlihat dari kelima bangunan. Wuwungan yang merupakan elemen dekoratif atap, biasanya dipasang di bubungan atau di jurai luar. Ada yang dipasang hanya di tepi bubungan atau jurai, ada pula yang dipasang di sepanjang bubungan dan jurai. Gunungan adalah permukaan vertikal di atap kampung dan tidak tertutup oleh bidang atap. Bidang gunungan yang dapat terlihat dengan mudah secara visual biasanya digunakan untuk menempatkan ornamen dekoratif seperti ukiran dan bouven. Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 131 Gambar 17 Motif Ukir Sulur Daun pada Gunungan kiri dan Wuwungan pada Ujung Jurai Luar kanan Sumber Habibbullah et al., 2019 3. Makna Ornamen hias pada fasad bangunan tidak terlihat dominan karena fungsi dekoratif bukanlah yang utama. Bukan berarti keberadaan ornamen bangunan tidak penting. Keseragaman beberapa ornamen menghasilkan desain yang harmonis antar bangunan. Wuwungan modern merupakan bentuk penyederhanaan dari wuwungan jago, wuwungan kelir dan wuwungan mustoko yang dibuat dalam kaitannya dengan konsep arsitektur atap dengan mengambil bentuk utama seperti lanangan, jago dan makutho di tengah sedangkan bulusan adalah penutup pada garis wuwungan itu sendiri sehingga tajuk dan penyangga pada konsep modern dapat menyesuaikan dengan konsep atap tajug dan pola joglo atau model pencu atau kampung. Wuwungan modern tidak berbentuk simbol spiritual, melainkan nilai status sosial yang dibawa oleh subjek wuwungan modern. Darmawanto, 2015 Ornamen yang terdapat pada kelima bangunan di Surakarta memiliki beberapa kesamaaan karakteristik yaitu penggunaan irama berulang yang dinamis dengan bentuk motif sulur, segitiga dan zigzag. Wuwungan dan motif ukir sulur pada gunungan merupakan dua ornamen dekoratif yang paling terlihat dari kelima bangunan yang berfungsi sebagai ornamen hias yang menciptakan keseragaman sehingga menghasilkan desain yang harmonis. Bangunan Hotel di Kota Surakarta 1. Karakteristik Elemen ikonik Jawa yang diterapkan pada bangunan hotel Surakarta dapat dilihat melalui bentuk atap dengan bentuk fisik yang khas dan ciri dominan karena atap merupakan bagian yang mewakili puncak bangunan, material bangunan dan ornamen pada bangunan. Bangunan hotel belum memiliki karakteristik yang kuat karena penerapan unsur-unsur tersebut belum memiliki karakter yang kuat. Dianingrum et al., 2021 2. Bentuk Penggunaan ornamen pada 5 bangunan hotel di kota Surakarta yang diambil sebagai sampel, sebagian besar menggunakan ornamen yang umum dengan bentuk tumbuh-tumbuhan pada fasad luar bangunan seperti ornamen lunglungan. Gambar 18 Ornamen Lunglungan Sumber Ismunandar, 2001 3. Makna Ragam hias tumbuh-tumbuhan tidak terlepas dari pengaruh Hindu. Flora yang digunakan sebagai hiasan pada bangunan tradisional Jawa bersifat sakral dan dalam beberapa jenis. Arti dari ragam hias ini adalah keindahan dan kebaikan yang diungkapkan melalui penggunaan warna kuning emas, merah dan hijau. Ragam hias ini biasanya terletak pada struktur ataupun non struktur yang terletak pada bagian atas bangunan dan juga pintu masuk Agora Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti , Volume20, Nomor 2, Desember 2022 132 ruang utama juga ruang yang sakral. Cahyandari, 2007 Ornamen yang banyak ditemukan pada bangunan hotel di Surakarta belum memiliki karakteristik yang kuat. Bentuk ornamen yang digunakan pada kelima bangunan hotel Sebagian besar menggunakan ornamen dengan bentuk flora seperti ornamen lunglungan yang menghasilkan nilai estetika pada bangunan. Berdasarkan data yang telah diperoleh, berikut analisis dengan menggunakan 3 komponen ornamen lokal yang ditemukan pada beberapa bangunan di kota Surakarta Tabel 1. Analisis Ornamen Lokal 3 Analisis Komponen Ornamen Karakteristik Nilai estetis dengan konsep estetika Jawa dan estetika Islam. Bentuk Ornamen Padma, Putri Mirong, Sorotan, Tlacapan, dan Lunglungan. Makna Padma simbol ajaran suci Nabi Muhammad SAW, Putri Mirong symbol ajaran suci Nabi Muhammad SAW, Sorotan bermakna Nabi Muhammad SAW adalah uswatun khasanah, Tlacapan symbol pemimpin dengan kewibawaan dan keagungan, dan Lunglungan bermakna rezeki dan dermawan. Rumah Tinggal Kampung Laweyan Karakteristik Ornamen dipengaruhi budaya ornamen itu sendiri dalam bentuk, motif, pola, warna, dan letak. Bentuk Ornamen Lunglungan, Wajikan, Patran, Padma, Makhuta, dan Banyu Tetes. Makna Lunglungan ketentraman, Wajikan keindahan, Makhuta mahkota, dan Banyu Tetes air sebagai sumber kehidupan. Pendapi Gede dan Sasana Handrawina Karakteristik Keduanya menerapkan elemen kaca pada gebyog yang digunakan sebagai pembentuk ruang. Bentuk Lambang Pemerintah Kota Surakarta dan Lambang Radya Laksana. Makna Keduanya berkaitan dengan aspek estetika dan juga sebagai suatu identitas dari bangunan. Karakteristik Hampir di semua bangunan menggunakan ornamen dengan irama yang berkesan dinamis dengan bentuk zig-zag, segitiga, dan terdapatnya motif sulur. Bentuk Ornamen Wuwungan dan motif ukir sulur daun pada gunungan. Makna Keselarasan desain antarbangunan. Bangunan Hotel di Surakarta Karakteristik Bangunan belum memiliki karakter yang kuat. Bentuk Ornamen dengan bentuk flora seperti ornamen Lunglungan. Makna Ornamen digunakan sebagai ragam hias dan nilai keindahan. Sumber Hasil Analisa Peneliti Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dihasilkan beberapa poin sebagai berikut. Pertama, karakteristik ornamen pada bangunan dipengaruhi oleh pengaruh budaya pada bangunan itu sendiri, yang hampir pada semua bangunan menggunakan ornamen yang umum digunakan. Tidak ditemukan penggunaan khusus suatu ornamen pada bangunan. Berdasarkan preseden dari bangunan yang terpilih, ornamen lebih banyak ditemukan pada gebyog, daun pintu, bukaan jendela, dan kolom. Kedua, bentuk ornamen yang ditemukan sebagian besar menggunakan ornamen dengan bentuk umum tumbuh-tumbuhan flora seperti ornamen Lunglungan, Padma, Patran, dan juga Wajikan. Ketiga, makna dari penggunaan ornamen pada bangunan memiliki makna yang tidak mendalam. Sebagian besar ornamen yang diterapkan memiliki tujuan sebagai nilai estetika atau keindahan bagi bangunan tersebut. E. KESIMPULAN Karakteristik ornamen pada bangunan menggunakan ornamen yang umum digunakan. Ornamen lebih banyak ditemukan pada gebyog, daun pintu, bukaan jendela, dan kolom. Bentuk ornamen yang sering ditemukan yaitu ornamen dengan bentuk tumbuh-tumbuhan flora seperti Lunglungan, Padma, Patran, dan juga Wajikan. Makna dari penggunaan ornamen Afi Khalisha Hakim Penerapan Ornamen Lokal Pada Desain Gedung Wayang Orang Sriwedari Surakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Neo Vernakular 123-133 133 pada umumnya sebagai nilai estetika pada bangunan. Sebagian besar ornamen yang diterapkan pada bangunan preseden tidak memiliki karakteristik, bentuk dan juga makna yang khusus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan ornamen lokal pada tipologi bangunan gedung pertunjukan tidak jauh berbeda dengan ornamen yang diterapkan pada jenis tipologi lainnya. Bentuk ornamen seperti ornamen Lunglungan, Wajikan, Patran, Padma yang memiliki bentuk dasar tumbuh-tumbuhan flora dapat digunakan pada bangunan pertunjukan Gedung Wayang Orang Sriwedari. DAFTAR RUJUKAN Appleton, I. 2008. Buildings For the Performing Arts Second Edition. Architectural Press. Cahyandari, G. 2007. Tata Ruang dan Elemen Arsitektur Pada Rumah Jawa di Yogyakarta Sebagai Wujud Kategori Pola Aktivitas Dalam Rumah Tangga. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Darmawanto, E. 2015. Estetika dan Simbol Dalam Wuwungan Mayonglor Sebagai Wujud Spiritual Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Dianingrum, A., Srimuda, T., Andria, M., Muqoffa, M., & Anjar, P. 2021. Identifikasi Penerapan Unsur-Unsur Iconic Jawa Pada Bangunan Hotel Di Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Habibbullah, M., Muqoffa, M., & Purwani, O. 2019. Penerapan Karakter Arsitektur Jawa Pada Fasad Pusat Kuliner Tradisional Di Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Ismunandar, R. 2001. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Dahara Prize. Neufert, E. 2002. Data Arsitek Jilid 2. Erlangga. Niswah, A., Novinda, C., Aprianggara, I., & Khoira, T. 2018. Konstruksi dan Detail Ornamen pada Arsitektur Jawa. Universitas Sebelas Maret. Noor, O. M. 2005. Penerapan Ragam Hias Tradisional Bali Pada Rumah Tinggal Sebagian Masyarakat Melayu Selangor Malaysia. Institut Teknologi Bandung. Purnomo, A. 2009. Ornamen Kaca Pada Interior Bangunan Tradisional Di Surakarta. Institut Seni Indonesia Surakarta. Rahayuningtyas, B. O. 2010. Ornamen Bangunan Rumah Tinggal Di Kampung Laweyan Surakarta. Universitas Brawijaya. Ronald, A. 2005. Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Soekiman, D. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa Abad XVIII-Medio Abad XX. Gadjah Mada University Press. Strong, J. 2010. Theatre Buildings a Design Guide. Association of British Theatre Technicians. Yunianti, E. 2018. Kajian Estetika Ornamen Pada Elemen Masjid Agung Surakarta Dalam Konteks Budaya. Universitas Sebelas Maret. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Gerarda Orbita Ida CahyandariTraditional houses resemble classification according to social status of the owner. Traditional house is a manifestation of symbolic and cultural meaning. Javanese traditional houses are represented in certain orders and characteristics. “Ndalem” in the form of “Joglo” is a type of high status. “Limasan” and “Kampung” are houses for medium and low status. Activities in a house reflect social inter-relationship in a family. Javanese people are categorized as patrileneal family systems that have cultural determination in domestic roles. The analysis requires historical data, pattern of activity, and architectural elements and symbols. Mapping of activities draws housing classification. “Dalems” and “joglos” have spaces to support social activity and define the roles. Houses in lower classification show balance of the social classification, Javanese traditional house, domestic rolesAbstrak Rumah tradisional mencitrakan status sosial pemilik yang juga berarti bahwa rumah tradisional memiliki makna simbolis dan kultural. Rumah trdisional Jawa diwujudkan dalam aturan dan karakteristik tertentu. Rumah “Joglo” dalam bentuk “Ndalem” berada pada status sosial pemilik yang tinggi, sedangkan Limasan dan Kampung dimiliki oleh kaum biasa dan rakyat jelata. Aktivitas dalam rumah mencerminkan hubungan social dalam suatu rumah tangga. Keluarga jawa termasuk penganut system patrilineal yang berpengaruh pada peran domestik. Analisis menggunakan data historis, pola aktivitas, dan elemen serta simbol arsitektural. Pemetaan aktivitas menunjukkan klasifikasi bangunan. Ndalem dan joglo memiliki ruang yang mendukung aktivitas dan peran sosial. Rumah dalam klasifikasi yang lebih rendah, menunjukkan peran domestik dan sosial yang kunci klasifikasi sosial, rumah tradisional Jawa, aktivitas rumah tanggaEstetika dan Simbol Dalam Wuwungan Mayonglor Sebagai Wujud Spiritual MasyarakatE DarmawantoDarmawanto, E. 2015. Estetika dan Simbol Dalam Wuwungan Mayonglor Sebagai Wujud Spiritual Masyarakat. Universitas Negeri Karakter Arsitektur Jawa Pada Fasad Pusat Kuliner Tradisional Di SurakartaM HabibbullahM MuqoffaO PurwaniHabibbullah, M., Muqoffa, M., & Purwani, O. 2019. Penerapan Karakter Arsitektur Jawa Pada Fasad Pusat Kuliner Tradisional Di Surakarta. Universitas Sebelas Arsitektur Rumah Tradisional JawaR IsmunandarIsmunandar, R. 2001. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Dahara Arsitek Jilid 2. ErlanggaE NeufertNeufert, E. 2002. Data Arsitek Jilid 2. dan Detail Ornamen pada Arsitektur JawaA NiswahC NovindaI AprianggaraT KhoiraNiswah, A., Novinda, C., Aprianggara, I., & Khoira, T. 2018. Konstruksi dan Detail Ornamen pada Arsitektur Ragam Hias Tradisional Bali Pada Rumah Tinggal Sebagian Masyarakat Melayu Selangor MalaysiaO M NoorNoor, O. M. 2005. Penerapan Ragam Hias Tradisional Bali Pada Rumah Tinggal Sebagian Masyarakat Melayu Selangor Malaysia. Institut Teknologi Kaca Pada Interior Bangunan Tradisional Di SurakartaA PurnomoPurnomo, A. 2009. Ornamen Kaca Pada Interior Bangunan Tradisional Di Surakarta. Institut Seni Indonesia Surakarta.
2F4IOQ.