KisahTiga Orang Musafir Dan Roti . Masuk dalam Katagori Humor Sufi. Isi ceritanya di awali dengan kerancuan pikiran, katakanlah, tidak ada yang mau mengalah, saling berebut dan memakan sendiri roti tersebut. Sedikit mirip dengan Kisah Peringatan Akan Air Baru yang sari maknanya lebih mendalam.. Berikut Kisah Tiga Orang Musafir Dan Roti, semoga bungkusan
Connection timed out Error code 522 2023-06-15 093250 UTC What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d79ce20f8151c9a • Your IP • Performance & security by Cloudflare
ABUYAZID AL-BUSTHAMI, Kk - Sttbandung. Abu Yazid Al-Busthami, Kk - Sttbandung. Namun tidak dapat diacuhkan ketika beberapa kali ia, Jenar Syekh Lemah Abang Sunan Panggung dan lain lain 15. Spiritual sang sufi yang lebih tinggi 24 29 Berikut adalah, ke langit untuk menghadap Tuhan sekaligus menyaksikan. Ensiklopedia Bebas Ghanimi 1985 Sufi dari Zaman ke Zaman
Oleh Nur Kholik Ridwan Abu Yazid al- Busthami w. 264 H./877 M. adalah salah satu penerus tarekat Imam Ja’far ash-Shodiq yang dipercayai dengan metode barzakhi, dari dua jalur tarekat tarekat Sayyiduna Abu Bakar menjadi Naqsyabandiyah dan tarekat Imam Ali cabang sanad Syathariyah. Baca Tarekat dan Pemberontakan Rakyat Baca Masyayikh Tarekat 1 Abu Bakar ash-Shiddiq Al-Munawi dalam al-Kawakibud Durriyyah menyebut Abu Yazid sebagai “yang paling terkenal di antara yang disebut, yang paling ma’rifat di antara orang-orang yang berma’rifat. Beliau adalah nadiratu zamanih, dalam hal ahwal, anfas, kewira’ian, ilmu, zuhud, taqwa, dan keintiman kepada Allah. Nahik dengan mengutip al-Khawafi, menyebutnya sebagai Sulthanul `Arifin, dan Ibnu `Arobi menamainya dengan Abu Yazid al-Akbar.” Faridhudin al-Athar dalam Tadzkiratul Auliya’, menyebut namanya sebagai Abu Yazid Thaifur bin `Isa bin Surusyan al-Bisthami. Menurut versi Abdurrahman Jami dalam Nafahat al-Uns, beliau lahir di Bistham, tahun 188 H. 808 M.. Daerah Bistham, menurut Muhammad Ahmad Darniqah dalam ath-Thariqah an-Naqsyabandiyah wa A’lamuha, masuk wilayah Khurasan. Ayahnya seorang pedagang terpandang, dan kakeknya penganut Zoroastrian yang masuk Islam; tetapi dalam versi Abdurrahman Jami dalam Nafahat al-Uns, agama kakeknya disebut Yahudi dan kemudian masuk Islam. Abdurrahman Jami, menyebutkan, awalnya Abu Yazid adalah ahli jadal, sampai dia dianugerahi kewalian, dan ia pun tidak mau menampakkan keahlian debat itu lagi. Riwayat yang menceritakan kekeramatan Abu Yazid, disebut Fariduddin al-Athar di antaranya ketika masih kecil, ibunya memasukkan makanan yang syubhat ke mulut Abu Yazid, dan sang bayi selalu meronta, menangis, tidak mau diam sampai makanan itu dikeluarkan. Sejak kecil oleh ibunya disuruh belajar di sekolah Al-Qur’an. Beliau ber-khidmah dan melayani keperluan ibunya, dan kemudian berkelana selama 30 tahun dari satu daerah ke daerah lain. Tidak kurang dari 113 pembimbing spiritual telah ditemuinya. Baca Masyayikh Tarekat 2 Sayyiduna Salman al-Farisi Baca Masyayikh Tarekat 3 Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar Cerita pertemuan antara Abu Yazid al-Bisthami dan gurunya yang bernama Ash-Shodiq dituturkan oleh Tadzkiratul Auliya’ Ash-Shodiq mengatakan kepada Abu Yazid yang sedang duduk “Abu Yazid ambilkan buku dalam jendela!” Abu Yazid menyahut “Jendela yang mana?” Imam Ja’far ash-Shodiq berkata “Selama ini engkau selalu datang ke sini, dan engkau tidak pernah melihat jendela itu?” Abu Yazid berkata “Tidak pernah, guru. Apa urusanku dengan jendela. Ketika aku ada di hadapanmu, aku menutup mataku dari hal-hal lain. Aku datang kepadamu bukan untuk melihat-lihat.” Ash-Shodiq kemudian berkata “Kalau begitu, pulanglah ke Bistham, karena usahamu telah sempurna.” Dalam cerita itu ada pertemuan dialog antara Ash-Shodiq dan Imam Abu Yazid. Apakah ash-Shodiq di sini sebagai Imam Ja’far ash-Shodiq, tidak diberi keterangan oleh Fariduddin al-Athar. Akan tetapi semua biografi sufi tentang Abu Yazid tidak menceritakan angka lahirnya kecuali Jami yang menyebut angka tahun lahirnya 188 H. 808 M., dan terjadi jarak yang tidak mungkin, karena Imam Ja’far ash-Shodiq telah wafat sekitar tahun 148 H. 765 M.. Musykilat ini, kadang dibaca dalam silsilah sanad tarekat Imam Ja’far kepada Imam Abu Yazid, oleh sebagian orang yang tidak memahami ilmu tarekat, sebagai yang tidak mungkin. Musykilat itu, bisa dikompromikan dengan dua cara tahun-tahun yang menceritakan Abu Yazid ada yang perlu dikoreksi, tetapi untuk hal ini kecil bisa diterima, mengingat sejumlah biografi telah menyebutkan tahun wafat dan lahirnya, dan terpaut jarak yang agak jauh dengan Imam Ja’far ash-Shodiq; dan kedua, Abu Yazid dan Imam Ja’far bertemu secara uwaisy atau barzakhi, yang biasa terjadi dalam bimbingan sebagian para mahaguru sufi, dan hal ini yang bisa dipercayai. Hubungan barzakhi ini, dikemukakan juga oleh Martin van Bruinessen dalam buku Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Abu Yazid juga diceritakan dalam Tadzkiratul Auliya’, pernah naik haji dalam perjalanan, memakan waktu sampai selama 12 tahun karena di setiap tempat rumah ibadah yang ditemui, dia selalu membentangkan sajadahnya dan mendirikan shalat dua rakaat. Setelah sampai mengunjungi kota Madinah, ia mendapatkan perintah untuk ke Bistham, agar merawat ibunya, dan pada saat itu dia sudah diikuti oleh banyak murid. Baca Masyayikh Tarekat 4 Imam Jafar ash-Shodiq Disiplin tasawufnya dipuji oleh banyak mahaguru. Pencapaian tasawuf Imam Abu Yazid al-Bisthami, diakui Imam Junaid al-Baghdadi, sebagaimana dituturkan al-Hujwiri dalam Kasyful Mahjub, begini “Abu Yazid di antara kita berada pada tingkat yang sama seperti Jibril di antara para malaikat.” Selain keramat-keramatnya, kitab-kitab thabaqat sufi juga menceritakan mi’raj-nya Abu Yazid, dan di antara kita yang membahas dan menceritakan mi’raj-nya Abu Yazid adalah yang ditulis Abu Thalib al-Makki dalam Ilmul Qulub. Perkataan-perkataan Imam Abu Yazid dikutip para ulama sufi dan dijadikan pegangan, yang saya kutip dari al-Munawi dalam al-Kawakibud Durriyyah dan Abdul Wahab asy-Sya’roni dalam ath-Thobaqatul Kubra, di antaranya “Selama seorang hamba menyangka tentang kaum Muslimin bahwa mereka lebih jelek dari dirinya, maka dia seorang yang sombong.” Dia kemudian ditanya seseorang, kapan seseorang bisa menjadi khudhu’?” Abu Yazid menjawab “Apabila dia tidak melihat dirinya memiliki maqam dan hal, dan tidak melihat dalam ciptaan Allah lebih jelek dari dirinya.” “Di antara yang paling dahsyat menyebabkan para mahjubun dari Allah, ada tiga seorang zahid dengan kezuhudannya, seorang Abid dengan ibadahnya, dan seorang Alim dengan ilmunya. Seorang zahid itu walaupun mengetahui dunia seluruhnya, Allah menamakannya kecil apa yang dilakukan dengan kezuhudan di dunia itu. Seorang alim itu miskin, walau mengetahui semua apa-apa yang diberikan dari ilmu semuanya, itu hanyalah sebagian dari syathar wahid dari Lauh Mahfuzh, apa-apa yang terlihat karena ilmunya itu.” Dan Abu Yazid berkata “Berbahagialah, orang yang memiliki himmah yang tunggal, dan tidak sibuk hatinya dengan apa-apa yang terlihat oleh pandangannya, dan apa yang didengarkan oleh telinganya.” “Suatu malam aku menjulurkan kakiku di mihrab tempat sajadahku. Ketika itu ada suara misterius yang mengatakan “Orang yang bergaul dengan para raja, maka sebaiknya dia bergaul dengan etika yang baik.” “Perselisihan para ulama adalah rahmah, kecuali dalam masalah pemurnian tauhid. Aku telah ber-mujahadah selama 30 tahun dan selama kurun waktu itu aku tidak pernah menemukan hal yang lebih berat bagi seorang hamba melebihi ilmu dan mengamalkannya.” “Allah telah melepaskan beberapa kenikmatan dari hambanya agar dengan kenikmatan-kenikmatan yang dikurangi itu mereka kembali kepada Allah. Tapi anehnya mereka menyibukkan diri dengan kenikmatan-kenikmatan itu tanpa peduli lagi dengan Allah.” “Aku melihat Allah dalam mimpiku, aku lalu bertanya kepadanya Ya Tuhan, bagaimana saya dapat bertemu dengan-Mu.” Allah menjawab pertanyaanku itu dan mengatakan Berpisahkah dengan nafsumu dan kemarilah menemui-Ku.” Sebelum wafat, Abu Yazid ketika ajal akan diambil, Abdurrahman Jami dalam Nafahat al-Uns mengutip pernyataan Abu Yazid begini “Tuhanku aku tidak mengingat-Mu kecuali kelalaian, dan aku tidak berkhidmat melayanimu kecuali sejenak.” Jami juga menambahkan “Guru Abu Yazid al-Bisthami itu beretnis Kurdi, dan Abu Yazid berpesan “Kebumikan aku di kaki guruku, demi kehormatan sang guru.” Akan tetapi Jami tidak menyebutkan nama guru yang dimaksudkan itu. Menurut Jami dalam Nafahat al-Uns, Abu Yazid wafat di Bistham, pada tahun 261 H. 874 atau 234 H., yang sekarang masuk wilayah Simnan-Iran. N. Hanif dalam Bhiografical Encyclopaedia of Sufis Central Asia & Middle East 2002, menyebut Abu Yazid wafat tahun 820 M; Abdul Wahab asy-Sya’roni dalam Ath-Thabaqatul Kubra menyebut wafatnya tahun 261 H. 874 M.; sementara Fariduddin Athar mencatat tahun 261 H. 874 atau 264 H. M. 877. Setelah beliau wafat tarekat Imam Abu Yazid dinisbahkan kepada murid-muridnya dalam dua cabang penting Pertama, cabang yang menurunkan tarekat Naqsyabandiyah melalui muridnya yang terkenal bernama Syekh Abul Hasan al-Kharaqani w. 425 H./1034 M., dan mengambil silsilah guru sanad tarekat Abu Yazid sampai kepada Sayyiduna Abu Bakar, yang juga dipercayai secara barzakhi. Kedua, cabang murid yang nantinya menurunkan tarekat Syathariyah, melalui murid Abu Yazid yang bernama Muhammad al-Maghrabi, dan mengambil silsilah sanad guru tarekat Abu Yazid sampai kepada Imam Ali. Setelah Abu Yazid wafat, Abdurrahman Jami mengutip kisah tentang munculnya Abu Yazid dalam mimpi seseorang, dan dia ditanya “Apa yang Allah lakukan terhadap Anda? Abu Yazid berkisah menjawab “Aku ditanya, hai syekh apa yang engkau bawa itu?” Aku pun berkata “Jika datang seorang fakir di pintu Sang Raja, Dia tidak akan mengatakan kepadanya “Apa yang kamu bawa?” tetapi Dia berkata “Apa yang engkau inginkan?” Di kalangan sufi, beberapa pernyataan yang dinisbahkan kepada Abu Yazid setelah wafat, ada yang dhahir menimbulkan kerumitan, dan ditanggapi oleh beberapa sufi, paling tidak ada dua Pertama, dikemukakan Abdurrahman Jami dengan mengutip Syekhul Islam Abu Ismail Abdullah bin Muhammad al-Anshari al-Harawi bahwa pernyataannya itu dilihat sebagai “banyak orang berdusta menisbahkan hikayat dan aforisme sufi kepada Abu Yazid. Di antaranya yang berdusta itu adalah “Aku pergi, lalu kuberdirikan kemah di kedekatan Arsy”; Kedua, dikemukakan Syekh Abdul Wahab asy-Sya’roni dalam ath-Thobaqat al-Kubra dengan mengutip Abu Ali al-Juzajani, ketika ditanya tentang beberapa kalimat yang diriwayatkan dari Abu Yazid yang menimbulkan kerumitan, Abu Ali al-Juzajani mengatakan “Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Yazid. Kita menyerahkan sepenuhnya apa yang dikatakannya itu kepada Abu Yazid sendiri. Mungkin saja dia mengatakan semacam itu ketika dalam keadaan suka cinta kepada Allah, atau dalam kondisi tertekan. Siapa saja yang ingin meningkat ke maqam seperti maqam yang dicapai Abu Yazid, hendaknya ia melakukan mujahadah diri seperti yang dilakukan Abu Yazid. Saat itulah akan bisa dipahami apa yang dikatakan Abu Yazid.” Penulis adalah pengarang buku "Suluk dan Tarekat"
BERITABANTUL – Abu Yazid Al Busthami adalah seorang sufi agung yang nasihatnya begitu bijak.. Berikut ini adalah salah satu kisahnya yang dikutip dari kitab Qut Al Qulub karya Abu Thalib Al Makki.. Di samping sebagai seorang sufi, Abu Yazid Al Busthami juga pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang murid yang rajin mengikuti pengajiannya..
“Cukurlah janggut dan rambutmu. Tanggalkan pakaianmu dan gantilah dengan cawat bulu domba. Gantungkan sebungkus kacang di lehermu, kemudian kumpulkan anak-anak sebanyak mungkin dan katakan pada mereka,”Akan kuberikan sebutir kacang kepada setiap yang menampar kepalaku… JERNIH– Abu Yazid berkisah, “Dengan tatapan yang pasti aku memandang Allah setelah Dia membebaskan diriku dari semua makhluk-Nya, menerangi diriku dengan Cahaya-Nya, membukakan keajaiban-keajaiban rahasia-Nya dan menunjukkan kebesaran-Nya kepadaku. Setelah menatap Allah akupun memandang diriku sendiri dan merenungi rahasia serta hakekat diri ini. Cahaya diriku adalah kegelapan jika dibandingkan dengan Cahaya-Nya, kebesaran diriku sangat kecil jika dibandingkan dengan kebesaran-Nya, kemuliaan diriku hanyalah kesombongan yang sia-sia jika dibandingkan dengan kemuliaan-Nya.” “Di dalam Allah segalanya suci sedang di dalam diriku segalanya kotor dan cemar. Bila kurenungi kembali, maka tahulah aku bahwa aku hidup karena cahaya Allah. Aku menyadari kemuliaan diriku bersumber dari kemuliaan dan kebesaran-Nya. Apa pun yang telah kulakukan, hanya karena kemaha kuasaan-Nya. Apa pun yang telah terlihat oleh mata lahirku, sebenarnya melalui Dia. Aku memandang dengan mata keadilan dan realitas. Segala kebaktianku bersumber dari Allah, bukan dari diriku sendiri, sedang selama ini aku beranggapan bahwa akulah yang berbakti kepada-Nya.” “Hiasilah diriku dengan ke-Esaan-Mu, sehingga apabila hamba-hamba-Mu memandangku yang terpandang oleh mereka adalah ciptaan-Mu. Dan mereka akan melihat Sang Pencipta mata, bukan diriku ini. Keinginanku ini dikabulkan-Nya. Ditaruh-Nya mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku dan Ia membantuku mengalahkan jasmaniku. Setelah itu, Dia berkata, “Temuilah hamba-hamba-Ku itu.” “Maka kulanjutkan pula pengembaraan yang tak berkesudahan di lautan tanpa tepi itu untuk beberapa lama. Aku katakan, “Tidak ada seorang manusia pun yang pernah mencapai kemuliaan yang lebih tinggi daripada yang telah kucapai ini. Tidak mungkin ada tingkatan yang lebih tinggi daripada ini.” “Tetapi ketika kutajamkan pandangan ternyata kepalaku masih berada di telapak kaki seorang Nabi. Maka sadarlah aku, bahwa tingkat terakhir yang dapat dicapai oleh manusia-manusia suci hanyalah sebagai tingkatan awal dari kenabian. Mengenai tingkat terakhir dari kenabian tidak dapat kubayangkan. Kemudian ruhku menembus segala penjuru di dalam kerajaan Allah. Surga dan neraka ditunjukkan kepada ruhku itu tetapi ia tidak peduli. Apakah yang dapat menghadang dan membuatnya peduli?” “Semua sukma yang bukan Nabi yang ditemuinya tidak dipedulikannya. Ketika ruhku mencapai sukma manusia kesayangan Allah, Nabi Muhammad SAW, terlihatlah olehku seratus ribu lautan api yang tiada bertepi dan seribu tirai cahaya. Seandainya kujejakkan kaki ke dalam lautan api yang pertama itu, niscaya aku hangus binasa. Aku sedemikian gentar dan bingung sehinga aku menjadi sirna. Tetapi betapa pun besar keinginanku, aku tidak berani memandang tiang perkemahan Muhammad Rasulullah SAW. Walaupun aku telah berjumpa dengan Allah, tetapi aku tidak berani berjumpa dengan Muhammad Rasulullah SAW. “ Kemudian Abu Yazid berkata, “Ya Allah, segala sesuatu yang telah terlihat olehku adalah aku sendiri. Bagiku tiada jalan yang menuju kepada-Mu selama aku ini masih ada. Aku tidak dapat menembus keakuan ini, apakah yang harus kulakukan?” Maka terdengarlah perintah, “Untuk melepas keakuanmu itu ikutilah kekasih Kami, Muhammad SAW. Usaplah matamu dengan debu kakinya dan ikutilah jejaknya.” “Maka terjunlah aku ke dalam lautan api yang tak bertepi dan kutenggelamkan diriku ke dalam tirai-tirai cahaya yang mengelilingi Muhammad Rasululah SAW. Dan kemudian tak kulihat diriku sendiri, yang kulihat Muhammad Rasulullah SAW.” “Aku terdampar dan kulihat Abu Yazid berkata,”Aku adalah debu kaki Muhammad, maka aku akan mengikuti jejak beliau SAW.” ** Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan beberapa orang muridnya. Jalan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah yang berlawanan datanglah seekor anjing. Abu Yazid menyingkir ke pinggir untuk memberi jalan kepada binatang itu. Salah seorang murid tidak menyetujui perbuatan Abu Yazid ini dan berkata,” Allah Yang Maha Besar telah memuliakan manusia di atas segala makhluk-makhluk-Nya. Abu Yazid adalah “Raja di antara kaum mistik”, tetapi dengan ketinggian martabatnya itu beserta murid-muridnya yang taat masih memberi jalan kepada seekor anjing. Apakah pantas perbuatan seperti itu?” Abu Yazid menjawab,” Anak muda, anjing tadi secara diam-diam telah berkata kepadaku, “Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian, sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah kehormatan sebagai raja di antara para mistik?” Begitulah yang sampai dalam pikiranku dan karena itulah aku memberi jalan kepadanya”. ** Ada seorang pertapa di antara tokoh suci terkenal di Bustham yang mempunyai banyak pengikut dan pengagum. Tetapi ia sendiri senantiasa mengikuti pelajaran yang diberikan Abu Yazid. Dengan tekun ia mendengarkan ceramah-ceramah Abu Yazid dan duduk bersama sahabat-sahabat beliau. Pada suatu hari berkatalah ia kepada Abu Yazid, “Pada hari ini genap tiga puluh tahun lamanya aku berpuasa dan memanjatkan do’a sepanjang malam sehingga aku tidak pernah tidur. Namun pengetahuan yang engkau sampaikan ini belum pernah menyentuh hatiku. Walau demikian aku percaya kepada pengetahuan itu dan senang mendengarkan ceramah-ceramahmu.” “Walaupun engkau berpuasa siang malam selama tiga ratus tahun, sedikit pun dari ceramahku ini tidak akan dapat engkau hayati,” kata Abu Yazid. “Mengapa demikian?”tanya pertapa itu. “Karena matamu tertutup oleh dirimu sendiri,” jawab Abu Yazid. “Apakah yang harus kulakukan?”tanya pertapa. “Jika kukatakan, pasti engkau tidak mau menerimanya,”jawab Abu Yazid. “Akan kuterima. Katakanlah kepadaku agar kulakukan seperti yang engkau petuahkan.” “Baiklah,”jawab Abu Yazid. “Sekarang ini juga, cukurlah janggut dan rambutmu. Tanggalkan pakaian yang sedang engkau kenakan dan gantilah dengan cawat yang terbuat dari bulu domba. Gantungkan sebungkus kacang di lehermu, kemudian pergilah ke tempat ramai. Kumpulkan anak-anak sebanyak mungkin dan katakan pada mereka,”Akan kuberikan sebutir kacang kepada setiap orang yang menampar kepalaku. Dengan cara yang sama pergilah berkeliling kota, terutama sekali ke tempat di mana orang-orang sudah mengenalmu. Itulah yang harus engkau lakukan.” “Maha besar Allah! Tiada Tuhan kecuali Allah!” ujar Sang Pertapa setelah mendengar kata-kata Abu Yazid itu. “Jika seorang kafir mengucapkan kata-kata itu niscaya ia menjadi seorang Muslim”, kata Abu Yazid. “Tetapi dengan mengucapkan kata-kata yang sama engkau telah mempersekutukan Allah.” “Mengapa begitu?” tanya Pertapa. “Karena engkau merasa bahwa dirimu terlalu mulia untuk berbuat seperti yang telah kukatakan tadi. Kemudian engkau mencetuskan kata-kata tadi untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang penting, dan bukan untuk memuliakan Allah. Dengan demikian bukankah engkau telah mempersekutukan Allah?” “Saran-saranmu tadi tidak dapat kulaksanakan. Berikanlah saran-saran yang lain,” kata Pertapa, keberatan. “Hanya itu yang dapat kusarankan,”Abu Yazid menegaskan. “Aku tak sanggup melaksanakannya,” Si Pertapa mengulangi kata-katanya. “Bukankah telah aku katakan bahwa engkau tidak akan sanggup untuk melaksanakannya dan engkau tidak akan menuruti kata-kataku,” kata Abu Yazid. ** “Engkau dapat berjalan di atas air,” orang-orang berkata kepada Abu Yazid. “Sepotong kayu pun dapat melakukan hal itu,”jawab Abu Yazid. “Engkau dapat terbang di angkasa”. “Seekor burung dapat melakukan itu.” “Engkau dapat pergi ke Kakbah dalam satu malam.” ”Setiap orang sakti dapat melakukan perjalanan dari India ke Demavand dalam satu malam.” “Jika demikian, apakah yang harus dilakukan oleh manusia-manusia sejati?” tanya mereka kepada Abu Yazid. Abu Yazid menjawab, “Seorang manusia sejati tidak akan menautkan hatinya kepada selain Allah SWT.” ** Sedemikian khusyuknya Abu Yazid dalam berbakti kepada Allah, sehingga setiap hari apabila ditegur murid yang senantiasa menyertainya selama 20 tahun, ia akan bertanya,”Anakku, siapakah namamu?” Suatu ketika murid tersebut berkata pada Abu Yazid,” Guru, apakah engkau memper-olok-olokkanku? Telah 20 tahun aku mengabdi kepadamu, tetapi setiap hari engkau menanyakan namaku.” “Anakku,” Abu Yazid menjawab,”Aku tidak memperolok-olokkanmu. Tetapi nama-Nya telah memenuhi hatiku dan telah menyisihkan nama-nama yang lain. Setiap kali aku mendengar sebuah nama yang lain, segeralah nama itu terlupakan olehku.” ** Abu Yazid bercerita,”Suatu hari ketika sedang duduk-duduk, datanglah se
KataMutiara Abu Yazid Al Busthami - Kata-kata Bijak dan Mutiara Tokoh Sufi | Pos Terkini : Ajaran tasawuf yang dibawanya banyak ditent
Connection timed out Error code 522 2023-06-15 093251 UTC What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d79ce20f8240e90 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Kalimatdari ulama tasawuf Imam Abu Yazid Al-Busthami yang sering kita dengar adalah, Untuk meningkatkan kerelaan kita terhadap harta demi ilmu, maka dibutuhkan kata-kata mutiara yang menunjukkan bahwa pengorbanan kita sangat layak. Banyak sekali ungkapan-ungkapan dari Sahabat Ali Bin Abi Thalib mengenai keutamaan ilmu dibanding harta yang
Selama tiga puluh tahun aku mencari Tuhan. Tapi ketika saya melihat dengan hati-hati saya menemukan bahwa pada kenyataannya Tuhan adalah pencari dan saya yang dicari. *** Melupakan diri Keakuan diri adalah mengingat Tuhan. *** Musa ingin melihat TuhanSaya tidak ingin melihat Tuhan *** Aku tidak pernah melihat cahaya yang bersinar lebih cemerlang dari pada cahaya keheningan. *** Saya tidak ingin berkehendak, karena kehendak saya tanpa nilai, karena saya tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, pilihlah untukku apa yang terbaik bagiMu dan jangan meletakkan kebinasaanku dalam memilih otomasi dan kebebasanku. *** Hal yang kita katakan tidak akan pernah bisa ditemukan dengan mencari, namun hanya pencari yang menemukannya. *** “Saya telah bermujahadah beribadah sungguh-sungguh selama 30 tahun. Tidak ada yang paling berat bagiku selain mempelajari ilmu dan mengamalkannya. Kalau bukan karena perbedaan para ulama, pasti saya akan tetap mendalaminya. Perbedaan pendapat para ulama adalah rahmat kecuali dalam masalah tauhid.” Dikatakan pula bahwa Abu Yazid tidak meninggalkan dunia kecuali dia telah mengkhatamkan Al-Qur’an seluruhnya. *** Pernah ditanyakan tentang awal taubat dan kezuhudannya, lalu dijawab, “Zuhud tidak mempunyai kedudukan.” Ditanyakan lagi, “Mengapa?” Jawabnya, “Karena ketika saya berzuhud selama tiga hari, pada hari keempatnya saya keluar dari zuhud. Hari pertama saya zuhud dari dunia dan seisinya, pada hari kedua saya zuhud dari akhirat dan seisinya, pada hari ketiga saya zuhud dari apa saja selain Allah. Maka pada hari keempat tiadalah yang tersisa selain Allah, lalu saya menemukan suatu kesimpulan pengertian. Tiba-tiba saya mendengar suara bisikan yang mengatakan, “Wahai Abu Yazid, tidak ada rasa takut orang yang bersama kami.” Saya pun menimpalinya, Inilah yang saya inginkan. Datanglah suara berikutnya yang mengatakan, 'Kamu telah menemukan, kamu telah menemukan.' *** Pernah ditanyakan, “Penghalang apa yang paling berat dalam melalui jalan menuju Allah?” Jawabnya, “Saya tidak dapat menerangkannya.” Ditanyakan lagi, “Usaha apakah yang paling ringan untuk menghindari nafsu?” Jawabnya, “Kalau ini saya dapat menerangkan. Saya pernah mengajak hawa nafsuku untuk taat pada Allah SWT., namun ia menolaknya, lalu saya jauhi air berpuasa selama setahun.” *** Jika kamu melihat seorang yang telah diberi keramat sampai ia bisa terbang di udara sekalipun, maka janganlah tertipu dengannya, sehingga kamu dapat menilai kesungguhannya dalam melaksanakan perintah dan larangan Allah, dalam menjaga batas-batas hukum Allah, dan dalam melaksanakan syariat Allah. *** Pamanku, Al-Busthami pernah menceritakan dari ayahnya. Dia mengatakan, "Di suatu malam pernah Abu Yazid pergi ke suatu markas tempat untuk berdzikir di tempat itu, namun sampai pagi ia tidak dapat berdzikir. Saya tanyakan sebabnya, lalu dijawab, Saya teringat sebuah kata ketika saya masih kecil yang kata ini berputar-putar terus di lidahku, sehingga saya malu untuk berdzikir kepada Allah’." Risalah Qusairiyah Karangan Imam Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi
AbuYazid Al-Busthami KS adalah saudara tiri mereka. Imam Ja’far Shadiq RA memberikan pendidikan maknawiah (batiniah) kepadanya. Kata Mutiara Abu Yazid Al-Busthami KS “Orang-orang yang dekat dan sampai kepada Rabbnya adalah orang-orang yang taat kepada-Nya, sedangkan orang-orang yang terusir dari sisi Rabbnya adalah orang-orang yang
Katakata sambutan pimpinan dayah #abu yazid al busthami#
KetuaUmum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf meresmikan pembentukan kepengurusan masa khidmah 2022-2027. “Alhamdulillah, kami telah berhasil memutuskan susunan lengkap PBNU di dalam rapat bersama formatur yang diikuti oleh Rais Aam dan wakil yang ditunjuk, ketua umum terpilih dan wakil yang ditunjuk, serta para mid
9MDzAC. 2wccbnv2tb.pages.dev/3442wccbnv2tb.pages.dev/892wccbnv2tb.pages.dev/3302wccbnv2tb.pages.dev/3272wccbnv2tb.pages.dev/1712wccbnv2tb.pages.dev/3552wccbnv2tb.pages.dev/1242wccbnv2tb.pages.dev/176
kata mutiara abu yazid al busthami